CEDERA bak banyangan hantu bagi seorang atlet. Demikian pula halnya yang dialami Eko Supriyanto, atlet angkat berat National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Solo. Pria yang pernah menghuni pelatnas ASEAN Paragames Singapura 2016 itu, kini tengah berjuang melawan trauma pascacedera saat menjalani training camp (TC) di Kota Bengawan, lebih dari dua tahun silam.
‘’Saat berlatih mengangkat beban maksimal, tiba-tiba tangan sedikit goyang sehingga barbel tidak seimbang, kemudian menghantam dada saya. Waktu itu, bahu kiri saya sempat dislokasi,’’ ungkap Eko, Sabtu (27/4).
Pria kelahiran Solo, 15 Maret 1979 tersebut bermain di kelas 72 kg. Dia memiliki catatan angkatan maksimal 160 kg. Bahkan ketika masih menghuni pelatnas dan belum cedera, dia beberapa kali mampu mengangkat beban 165 kg. Secara nasional, angkatan 160 kg bagi atlet disabilitas di kelas 72 kg, sudah termasuk di posisi puncak.
‘’Saat ini, saya baru sekitar satu tahun menjalani latihan lagi. Tapi saya bersyukur karena pada Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) Jateng 2018, saya mampu meraih medali emas bagi kontingen Solo dengan angkatan 130 kg,’’ ujar dia.
Sejak Kecil
Suami Chaterina Dyan Wijayanti itu mengaku sudah tidak merasakan sakit pada lengan kirinya. Tapi dia mengaku, terkadang masih dihantui trauma atas cedera yang pernah dialaminya. Rasa tersebut sedikit demi sedikit kini berusa untuk terus dikikis.
‘’Sekarang angkatan saya mulai stabil di 130 kg. Ke depan saya akan coba tambah jadi 135 kg. Jika ada kesempatan, saya ingin membela NPCI Jateng pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) 2020,’’ kata bapak seorang anak, Griselda Binar Euclea itu.
Eko menyukai olahraga beban sejak kecil. Ketika masih duduk di bangku SD Dadapsari Sangkrah, warga RT 3 RW 15 Tipes, Serengan, Solo tersebut mengaku sudah senang olahraga angkat beban menggunakan dumbel. Hobinya berlanjut saat sekolah di SMP 26, serta SMK Kristen Banjarsari. Bahkan ketika sudah lulus, lalu berjualan kaus kaki dan aksesori kebutuhan perempuan seperti jepit rambut, dia sering angkat barbel di fitnes center.
‘’Waktu itu belum ada yang mengarahkan. Angkat barbel juga bukan dengan model angkat berat bagi dibafel, karena saya belum mengenal NPCI,’’ tuturnya.
Dia baru mengenal angkat berat yang sesungguhnya setelah diajak rekannya untuk bergabung latihan bersama NPCI Jateng untuk persiapan menghadapi Peparnas Riau 2012. ‘’Pertama tampil, saya meraih medali perunggu pada Peparnas Riau. Maka jika ada kesempatan, saya ingin kembali turun di Peparnas 2020 nanti,’’ kata Eko.(Setyo Wiyono)