opera-ramayan-solo
PENTAS RAMAYANA:Salah satu adegan pentas Ramayana di Beteng Vastenburg yang diadakan Pemkot Surakarta selama tiga malam berturut-turut, 7-9 Mei.(suaramerdekasolo/Budi Santoso)

*Diwarnai Mobil Terbakar

SOLO,newsreal.id-Pergelaran Opera Ramayana digelar di dalam Beteng Vastenburg selama tiga malam berturut-turut, 7-9 Mei. Pentas untuk kali kelima itu sengaja diadakan Pemerintah Kota Surakarta untuk menyambut dan menghibur para pemudik yang pulang kampung di Solo dan sekitarnya.
Kali ini mengusung lakon Sinta Obong yang melibatkan sekitar 100 seniman baik sebagai pemain di panggung maupun pemusik karawitan yang mengiringinya. Ribuan warga masyarakat menyaksikan pementasan yang disutradarai Agung Kusuma Widagdo didampingi ST Wiyono, keduanya seniman Solo. Selain duduk di kursi, puluhan penonton rela lesehan di karpet di depan panggung yang menggunakan setting dekorasi dua pohon beringin.

Baca : Demi Selesaikan TA, Mahasiswa Seni Rupa Mural Gang Arum Ndalu 3 Mangkubumen

Baca :Lukisan Anak Di Seni Rupa Modern

Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo yang membuka pentas itu mengatakan, Opera Ramayana akan menjadi salah satu destinasi wisata budaya di Kota Solo setiap Lebaran untuk menyambut para pemudik. Agar acara itu bisa terus berlangsung setiap tahun, dia berusaha memberikan payung hukum bagi pementasan itu.
”Saya akan ajukan payung hukum untuk Opera Ramayana agar bisa digelar setiap tahun pada saat Lebaran untuk menyambut dan menghibur para pemudik maupun wisatawan yang ke Solo,” katanya.

Baca : Memenangkan Persaingan dengan Modal Seni Budaya

Lakon Sinta Obong kali ini lebih menunjukkan bentuk kasih sayang Sinta kepada suaminya, Rama. Untuk menunjukkan kesetiaan dan kasih sayangnya, Sinta rela untuk diobong atau dibakar.
Bentuk kasih sayang juga diangkat saat Kumbakarna berangkat ke medan perang. Dia bersedia menjadi senopati bagi Kerajaan Alengka. Selain menjadi senopati untuk negaranya yang berperang melawan Prabu Rama beserta prajurit keranya, Kumbakarna maju ke medan laga demi dua anaknya yang telah gugur dalam peperangan itu.
Berbeda dengan pergelaran empat kali sebelumnya, kali ini iringan karawitan klasik terasa kuat hadir. Dua komposer karawitan paman dan keponakan, B Subono dan Dedek Wahyudi bersama puluhan pengrawit mencoba menghadirkan garapan musik klasik yang lebih kental. Pada sajian Opera Ramayana sebelumnya, garapan musik lebih menghadirkan garapan musik diatonik dan pentatonik dengan hadirnya suara instrumen musik modern.

Baca : Lions Club Klaten Beri Penghargaan Pejuang Seni Budaya

Sementara di atas panggung 74 seniman tari termasuk sejumlah anak-anak menhghadirkan garap tari, olah vokal dan antawacana atau dialog yang dihiasi setting dekorasi dengan latar belakang dua pohon beringin.

opera-ramayan-solo2
MOBIL TERBAKAR : Sebuah mobil terbakar di depan pintu masuk halaman Beteng Vastemburg menjelang usai pentas Opera Ramayana hari pertama, 7 Mei.(suaramerdekasolo/Sri Wahjoedi)

Pergelaran itu juga diwarnai dengan insiden sebuah mobil yang terbakar di pinggir jalan pintu masuk Beteng Vastenburg. Meski hanya terbakar bagian mesin, kebakaran dengan cepat bisa dipadamkan sejumlah petugas keamanan menggunakan alat pemadam kebakaran ringan(APAR). Peristiwa kebakaran itu menjadi tontonan pengunjung yang akan meninggalkan kawasan beteng.(Sri Wahjoedi)

Tinggalkan Pesan