KARANGANYAR, newsreal.id. Harga cabe yang melambung beberapa waktu terakhir, tak berpengaruh di tingkat petani. Sebab, mereka masih harap-harap cemas dengan hasil panen, karena menanam cabe di musim kemarau.
Andy Purnomo, petani cabe di Desa/Kecamatan Jaten mengaku, tertarik menanam cabe meski musim kemarau karena harganya cukup bagus. “Per kilo sempat laku hingga Rp 47 ribu. Tapi risikonya juga besar, kalau menanam di musim kemarau,” katanya.
Cuaca yang panas dan kurang air, bisa membuat tanaman mengering dan tak berkembang. Belum lagi ancaman penyakit patek, yang juga bisa membuat tanaman mengering dalam waktu dua sampai tiga hari. Tiupan angin kering, juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.
Kondisi tersebut, sudah dialaminya saat menanam cabe di musim tanam sebelumnya. “Tapi saya nekat tanam cabe lagi, karena harganya bagus.
Diprediksi, 30 persen dari tanaman cabe yang ditanamnya di lahan seluas 3.200 meter persegi rusak karena faktor cuaca. Untuk mengantisipasi agar kerusakan tidak semakin luas, setiap dua hari sekali tanaman disiram air.
Andy menambahkan, cabe hasil panen dijualnya langsung ke pedagang di pasar. “Tidak lewat tengkulak. Lebih untung kalau langsung ke pedagang. Selisih Rp 2 ribu sampai Rp 3 ribu, lumayan. Tapi saya harus pantau harga pasar. Kalau bagus, saya angkut ke pedagang di pasar,” imbuhnya.
Sementara itu, harga cabe di pasar tradisional Karanganyar tembus hingga Rp 80 ribu per kg. Di Pasar Nglano, Tasikmadu, cabe rawit merah dijual antara Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu per kg.
“Pekan lalu, harganya masih Rp 65 ribu per kg. Banyak pembeli sambat harga cabe mahal,” kata Samiyem, pedagang di Pasar Nglano.
Tingginya harga, membuat Samiyem tak berani stok barang banyak. “Kalau dulu stok bisa 5 kg, sekarang paling 2 kg saja. Itu pun belum tentu habis,” ujarnya.
Di Pasar Jungke, Karanganyar, harga cabe rawit merah dijual rata-rata Rp 75 ribu per kg. Danang Jaya, pedagang di pasar tersebut mengatakan, harga cabe naik Rp 10 ribu per kg dari pekan sebelumnya. (Irfan Salafudin)
