PELAKSANAAN pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 21 Kab/kota di Provinsi Jawa Tengah pada 9 Desember akan mempertaruhkan partisipasi masyarakat dan mutu kualitas demokrasi. Pasalnya suksesi dalam penentuan pemimpin daerah kala pandemi dapat terhambat oleh ancaman penyebaran virus covid-19.
Resiko kesehatan/keselamatan penyelenggara, peserta pemilu dan pemangku kepentingan lainnya serta masyarakat dalam hal ini para pemilih juga patut diperhatikan mengingat situasi pandemi Covid-19 di beberapa daerah yang melaksanakan pilkada saat ini.
Sesuai dengan Keputusan bersama antara KPU, Bawaslu, Pemerintah dan DPR bahwa pelaksanan Pemilihan Kepala Daerah serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dan untuk tahapan Pilkada yang kemarin ditunda oleh KPU akan dimulai pada 15 Juni 2020, hal ini jelas membuat waktu mempersiapkan kerangka hukum untuk melaksanakan pilkada dengan protocol Covid-19 sangat mepet sekali waktunya. Akibatnya akan sangat berbahaya. Kualitas pilkada bisa menurun. Derajat keterwakilan pemilih menjadi tidak maksimal. Ini jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan pilkada itu sendiri.Kalau Pilkada diselenggarakan ditengah pandemi covid-19 kemungkinan masyarakat/pemilu akan enggan untuk mendatangi TPS karena rasa kekhawatiran terhadap virus covid-19 itu sendiri.
Perppu No. 2/2020 sama sekali tidak mengatur pelaksanaan pilkada yang menyesuaikan pelaksanaan tahapan yang sesuai dengan protokol penanganan Covid-19. Akan tetapi pelaksanaan akan mengikuti protokol kesehatan dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis.
Selain itu, soal anggaran yang akan naik, sudah barang tentu proses pembahasan dan penambahan anggaran ini tentu membutuhkan waktu. Selain itu, harus segera melakukan pengadaan terhadap Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat lainnya untuk melaksanakan pilkada.
“Satu hal yang perlu diingat, bahwa ketika tahapan pilkada nanti dilanjutkan, akan langsung berhadapan dengan tahapan pendaftaran pemilih, serta verifikasi dukungan calon perseorangan. Artinya, Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat kesehatan lainnya akan langsung digunakan dalam lebih kurang 18 hari kedepan selama tahapan tersebut.
Pelaksanaan tahapan pilkada pasca penundaan beririsan dengan masa penanganan puncak pandemi Covid-19, hal itu juga bisa mengakibatkan reaksi sosial yang kontraproduktif berupa skeptisme, antipati, dan pragmatisme masyarakat pada proses pilkada. Karena masyarakat menganggap aktivitas politik dilakukan kurang humanis, di saat mereka berada dalam masa sulit akibat pandemi yang berdampak pada banyak aspek kehidupan, khususnya kemampuan ekonomi warga.
Dalam teori hukum dikenal dengan istilah Salus Populi Suprema Lex Esto Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi. Untuk itu perlu formula-formula aturan atau regulasi yang mengatur tentang pelaksanaan pilkada yang ditengah pandemi covid-19 ini agar berjalan dengan baik tentunya tidak mengurangi kualitas dari subtansi pilkada itu sendiri. Kedepan Tugas Penyelenggara Pemilu, terutama KPU, Bawaslu dalam Bencana Non-Alam (Covid-19) menjadi semakin berat dalam memastikan tahapan Pemilihan berjalan secara substantif & hasilnya legitimate, sekaligus menjamin hak kesehatan public.

* Azib Triyanto, S.T., M.H, Anggota Bawaslu Kabupaten Klaten Kordiv Hukum,Humas, data dan Informasi