forum-seminar-busana2
BEDAYA SUKOHARJO = Tari Bedaya Sukoharjo yang sedang disajikan dalam latihan di Pendapa Sasanamulya, kemarin, akan disajikan di forum seminar workshop budaya adat di KSPH, Minggu (9/8) besok. Tarian itu adalah karya semasa Sinuhun PB IX, yang direkonstruksi kembali oleh Gusti Moeng selaku koreografernya.(newsreal.id/Won Poerwono)

– Seminar Workshop Busana Adat Keraton

SOLO,newsreal.id – Sedianya ingin meminjam lagi ndalem Joyokusuman (Jayakusuman-Red) untuk kegiatan seminar workshop busana adat, tetapi karena sejak April lalu digunakan untuk karantina pengidap positif Virus Corona, GKR Wandansari Koes Moertiyah menyewa ruang di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH) Solo.

GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng selaku Ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan Keraton Surakarta sebagai penanggungjawab dan penyelenggara menjelaskan, kegiatan Seminar Workshop ”Busana Adat Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai Identitas Budaya Nasional” itu, akan dilangsungkan di KSPH, Minggu (9/8) mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai.

Baca : Peran Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, ISI dan TBS Besarkan Wayang Beber

”Karena pengalaman untuk wisudan tahun lalu, sedianya mau pinjam ndalem Joyokusuman lagi untuk beberapa kegiatan. Termasuk yang paling dekat, seminar workshop busana adat, Minggu (9/8) besok itu. Tetapi ternyata, sejak April digunakan untuk karantina penderita positif Covid 19. Ya sudah, sewa ruang di KSPH saja,” jelas Gusti Moeng menjawab pertanyaan newsreal.id, tadi siang.

Jumlah Peserta Dibatasi

Disebutkan, seminar tentang busana adat dan berbagai hal terkait dalam budaya Jawa itu, akan diikuti sekitar 60 orang peserta. Ketika ditambah para penyaji sajian tunggal tari Bedaya Sukoharjo, jumlahnya menjadi kira-kira 100 orang.

Khusus untuk para pesertanya, berasal dari para dwija (guru) sanggar-sanggar yang ada di lingkungan Yayasan Pawiyatan Kabudayan Keraton Surakarta, utusan Pakasa dari berbagai cabang di sejumlah daerah serta sanggar-sanggar yang ada di masyarakat.

Walau yang dilibatkan dari banyak lembaga, namun jumlah pesertanya dibatasi hanya sekitar 60 orang dan pelaksanaannya harus menyesuaikan dengan aturan protokol Covid 19. Dari jumlah peserta itu, utusan Pakasa cabang hanya diizinkan maksimum 3 orang/cabang.

Baca : Tanpa Keraton Surakarta, tak Mungkin Ada NKRI

”Padahal, jumlah cabang Pakasa ada di mana-mana. Di Solo Raya, Jateng, DIY dan Jatim. Intinya, pokoknya dibatasi karena masih dalam suasana Covid 19. Kalau tidak dibatasi, pesertanya bisa ribuan jumlahnya.  Warga Pakasa bisa minta ikut semua. Belum lagi dari masyarakat secara umum,” jelas Gusti Moeng selaku pembicara tunggal dalam seminar sekaligus workshop busana adat itu.

Tempatnya Masih Sesuai

Ditambahkan, selain 60 peserta yang sudah diatur tempat duduknya serta ada tata cara sesuai protokol kesehatan Covid 19 untuk mengikuti forum  seminar itu, ada sajian tari yang melibatkan 40-an penyaji yang terdiri dari pengrawit dan penari.

Tetapi, sajian Bedaya Sukoharjo itu hanya berlangsung sekitar 40 menit dan disediakan tempat terpisah/berjarak dari peserta seminar, datang ketika hendak tampil dan meninggalkan tempat setelah selesai penyajian tari.

forum-seminar-busana1
PEGANG KEPRAK = Gusti Moeng adalah mantan penari Bedaya Ketawang dan koreografer tarian khusus di keraton. Dia sering memegang keprak atau ketukan pengendali gerak dalam sajian tari, seperti latihan yang kemarin ddilakukan di Pendapa Sasanamulya untuk disajikan di forum seminar di KSPH, Minggu (9/8) besok.(newsreal.id/Won Poerwono)

Mengenai ruang di KSPH yang disewa, tata ruangnya masih sesuai dengan forum dan materi yang akan dibahas, serta sajian tari yang akan disajikan. Karena, ruang di pendapa di KSPH yang akan digunakan, adalah bangunan rumah inti yang strukturnya sama dengan rumah-rumah Pangeran di lingkungan Keraton Surakarta, mengingat dulunya adalah kediaman milik GPH Kusumayuda, salah seorang putra Sinuhun Paku Buwono (PB) X.

Baca : Prajurit Keraton Surakarta Selalu Datang dengan Full Team

Dengan Jogja Saja

Namun, seminar ini digelar bekerjasama dengan Kemendikbud dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jogja, karena institusi yang sama di Provinsi Jateng yang dimintai dukungan sama sekali tak menggubris.

”Ya biar saja, kami minta dukungan BPNB Jogja. Seharusnya ‘kan BPNB Jateng ta?. La wong sudah diminta sama sekali tidak menjawab, ya enggak apa-apa. Sebenarnya saya sudah tahu, permohonan untuk ini tidak akan ditanggapi”.

”Pokoknya Pemprov Jateng, enggak bakal menanggapi kalau saya yang maju. Buktinya sudah berkali-kali, permohonan LDA tak pernah ditanggapi. Karena tidak ditanggapi, ya kerjasama dengan BNPB Jogja saja yang mau”.

Baca : Proses Regenerasi yang Terputus di Keraton Surakarta

”Saya tidak tahu, ada apa lagi? Kalau masih terbawa insiden 2017, apa salah saya? Apa kami-kami ini dianggap bahaya laten? Kenapa ada diskriminasi?,” jelas Gusti Moeng dengan bertanya-tanya. (won)  

Tinggalkan Pesan