SEMARANG– Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghancurkan miliaran tablet obat-obat tertentu (OOT) ilegal jenis trihexyphenidyl, tramadol, dan dextromethorphan, Jumat (13/12).
Penghancuran OOT ilegal secara simbolis dipimpin oleh Kepala BPOM RI Taruna Ikrar di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang, Tambakaji, Ngaliyan Semarang. Selanjutnya, barang bukti itu akan dihancurkan menggunakan jasa pengelola limbah medis.
Ikrar mengatakan, miliaran tablet OOT dan bahan bakunya diperoleh dari beberapa tempat antara lain di sebuah pabrik obat ilegal di kawasan industri Candi Kota Semarang. Di lokasi tersebut petugas menyta sebanyak 1.099.414.000 tablet, bahan baku (404 karung dan 83 drum), kemasan (45 karung, 17.478 botol, 1.192 rol aluminium foil, dan 17.195 karton). Ada juga 18 unit alat produksi, serta alat transportasi berupa dua truk. Total nilai ekonomi temuan tersebut mencapai Rp317 miliar.
Tempat kedua di wilayah Marunda dan Cikarang, Jabar. Dari dua lokasi tersebut, ditemukan produk sediaan farmasi ilegal yang mengandung OOT trihexyphenidyl, tramadol, dan dekstrometorfan. Barang bukti yang berhasil disita adalah berupa produk sediaan famasi (509 drum, 289 dus, 35 kaleng, 67.519 strip, dan 2 koli) serta kemasan dan label (1.079.160 pieces, 49 dus, 38 koli, dan 24 rol), dengan estimasi nilai ekonomi temuan sebesar Rp 81 miliar.
Memutus Rantai
Menurut Ikrar, temuan-temuan itu tak lepas dari hasil pengembangan yang dilakukan oleh BPOM, berkolaborasi dengan Kepolisian, BIN (Badan Intelijen Nasional) , dan BAIS (Badan Intelijen Strategis).
Disebutkan, pemusnahan barang bukti tersebut merupakan ikhtiar untuk memutus mata rantai peredaran OOT ilegal. Di samping itu, pihaknya ke depan akan masif memberi edukasi, tentang bahaya penyalahgunaan obat-obatan jenis ini.
Pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 435 dan Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 dengan ancaman pidana penjara maksimal12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar. Pelaku juga terancam pidana penjara paling lama lima tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta, terkait dengan sediaan farmasi berupa obat keras. (Diskominfo Jateng,tb)