JAKARTA- Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mendorong penindakan tegas ormas terhadap aksi premanisme dari ormas yang kerap mengganggu pelaku usaha dan industri akhir-akhir ini.
“Syarat utama investor mau menanamkan modalnya adalah keamanan dan kepastian hukum. Jika investor yakin bahwa keduanya dijamin negara, mereka tidak akan ragu untuk berusaha di Indonesia,” ujar Eddy dalam keterangannya, Minggu (27/4).
“Bahkan para investor siap untuk menanamkan modalnya di usaha yang belum terbangun infrastrukturnya, misalnya belum ada jalan, listrik perumahan dan lain-lain, asal keamanannya terjamin dan penegakan hukum dilakukan secara konsekuen,” lanjutnya.
Doktor Ilmu Politik UI ini menganggap sektor investasi sebagai pendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia ke target 8 persen. “Di tengah melambatnya daya beli masyarakat dan tantangan yang dihadapi ekspor produk Indonesia akibat melemahnya harga komoditas dan penerapan tarif oleh AS, kinerja ekonomi nasional bisa terdongkrak oleh masuknya investasi,” paparnya.
“Dengan kata lain, jika ada pihak-pihak yang mengganggu iklim investasi di Indonesia, itu sama saja dengan mengganggu target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen,” tegasnya.
Eddy menjelaskan jika melihat negara-negara tetangga yang menjadi tujuan investasi negara asing, masalah premanisme dan gangguan terhadap investasi tidak ditemui. Artinya, jika investor dihadapkan pada opsi untuk berinvestasi di Indonesia dengan risiko jaminan keamanan atau melakukan investasi di negara lain yang tidak memiliki permasalahan premanisme, lanjut Eddy, tentu investor akan menjatuhkan pilihan untuk opsi yang kedua.
“Tahun 2025 saja, target investasi yang kita harapkan baik dari dalam maupun luar negeri adalah Rp 1.900 triliun. Ini bukan angka kecil dan hilangnya kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia akan mempersulit upaya kita untuk mencapai target tersebut. Oleh karena itu, semakin dini penanganan dan penegakan hukum terhadap aksi-aksi premanisme tersebut, Indonesia akan mengirimkan sinyal kuat ke dunia usaha bahwa pemerintah tidak mentolerir ‘aksi koboi’ para preman,” ungkap Waketum PAN ini.
“Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi UU Ormas, meski saya merasa bahwa ketegasan aparat penegak hukum memberantas aksi premanisme sampai ke akar-akarnya sudah akan cukup ampuh tanpa perlu merubah legislasinya,” tutupnya.
Tunda Investasi
Sebelumnya, aksi premanisme yang menyasar pabrik-pabrik membuat kalangan industri gerah hingga menyebabkan investor menunda investasinya di Indonesia. Aksi-aksi tersebut cukup disesalkan karena merugikan banyak pihak.
Terkait ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut bakal mengundang semua pemangku kepentingan untuk menemukan solusi. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menegaskan organisasi masyarakat (ormas) bergaya preman harus dihentikan.
“Kalau masalah ini tidak segera ditanggulangi akan mengganggu penyediaan lapangan kerja. Imbauan dan definisi masalah sudah cukup, saatnya aksi nyata pemberantasan,” kata aktivis 98 yang dipanggil Noel dalam keterangan tertulis, Rabu (26/4).
Wamenaker mengatakan, jauh sebelum lebaran masalah ini sudah dikeluhkan kembali oleh Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Keluhan ini sudah ditanggapi berbagai pihak, mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi, dan para pengamat.
Semuanya menyesalkan tindakan ormas yang bergaya preman menekan perusahaan meminta sumbangan, pekerjaan, limbah dan fasilitas lain. Belakangan, kalangan ormas memanfaatkan situasi dengan meminta Tunjangan Hari Raya (THR) dengan cara-cara bergaya preman.
Menurut Noel hanya tindakan pidana yang bisa memberantas ormas bergaya premanisme. Dalam hal ini Pemda dan Polri turut berperan dalam menanggulangi masalah tersebut. (dtc,tb)