SIDANG PERBANKAN- Kasus dugaan kejahatan perbankan yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Senin (22/6). (newsreal.id/Sri Hartanto)

SOLO, newsreal.id- Kasus dugaan kejahatan perbankan yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta menghadirkan dua saksi ahli, baik dari saksi ahli perbankan maupun saksi ahli pidana.

Sidang yang berlangsung Senin (22/6) kedua saksi ahli menjelaskan keahliannya masing-masing ketika dicecar berbagai pertanyaan oleh para penasihat hukum (PH) terdakwa, jaksa penuntut umum (JPU) maupun majelis hakim yang diketuai H Muhammad SH MH.

Ketika ditanya Zainal Arifin SH selaku PH terdakwa, apakah pegawai bank UOB yang menjadi terdakwa perlu melakukan pemeriksaan terhadap surat yang jadi syarat untuk penarikan uang di bank, saksi ahli perbankan, Dr Surach Winarni SH MH mengemukakan, hal itu apa diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP). Kalau diatur, ya pemeriksaan harus dilakukan.

Namun apabila pegawai melakukan pelanggaran berdasar audit internal, tentunya ada sanksi administratif. Menurut saksi ahli, masing-masing bank mempunya SOP sendiri-sendiri. Adapun SOP internal bank tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan.
Saksi ahli mencontohkan, pegawai bank dapat dijerat pidana sesuai UU perbankan, apabila membocorkan kerahasiaan nomor rekening nasabah kepada orang lain. ”Maka pegawai bank tersebut bisa terkena tindak pidana perbankan,” terang Dosen Fakultas Ekonomi Perbankan UGM tersebut.

Terkait soal penarikan uang di bank dengan sistem join and atau rekening bersama, kata saksi ahli, tergantung aturannya seperti apa. ”Jika aturannya harus berdua, ya itu harus dilakukan berdua,” urainya.

Adapun saksi ahli pidana yakni Prof Dr Mudzakir SH MH menjelaskan, dalam membuat peraturan perundang-undangan harus ada aturan teknis pelaksanaannya yang jelas. Mestinya peraturan yang mengatur tentang perbankan yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian masing-masing bank membuat SOP yang mengatur berbagai macam kebijakan sebagai penjabaran dari aturan yang dibuat BI dan OJK, termasuk mengatur prinsip-prinsip kehati-hatian.

SOP yang dibuat internal bank, jika ada pelanggaran yang dilakukan pegawai bank, ada sanksi internal yang sifatnya administrasi. Bisa saja sanksinya tidak boleh bekerja di bank tempatnya bekerja selama lima tahun, hingga pemecatan.

”Namun kalau sampai melanggar UU perbankan, itu semua juga sudah diatur. Siapa pelakunya, sanksinya berat bagi si pelaku. Jadi kalau ada masalah, diaudit secara internal. Kalau ditemukan pelanggaran internal juga ada pelanggaran UU Perbankan, itu tugas penyidik untuk memprosesnya,” tandas guru besar FH Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut saat ditemui usai memberikan keterangan di hadapan majelis hakim dalam kasus dugaan kejahatan perbankan dengan tiga terdakwa pegawai Bank UOB yakni Vincensius Hendry, Meliawati dan Natalia Go.

Ditambahkan saksi ahli pidana itu, tentang jeratan hukum yang didakwakan kepada tiga terdakwa sesuai pasal 49 ayat 2 huruf b jo pasal 29 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal tersebut harus ada peraturan teknis pelaksanaannya. Entah aturan BI, OJK. Kalau hukum admintrasi, saksi dihentikan tidak dengan hormat.

Sehingga dalam perkara ini, lanjut Mudzakir, jaksa harus bisa membuktikan pelaksanaan peraturan yang mana. ”Sedang yang saya baca, aturannya gak ada. Jaksa hanya mengacu pada SOP,” urainya. (Sri Hartanto)

Tinggalkan Pesan