NEWSREAL.ID, JAKARTA- Kuasa hukum Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 tidak sah secara hukum.
Ia menyebut setidaknya ada tujuh alasan yang memperkuat gugatan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca : Hotman Paris: Nadiem Tak Kantongi Uang dalam Proyek Chromebook
“Penahanan Nadiem tidak sah karena dasar penetapan tersangka cacat hukum dan tidak memenuhi syarat formil maupun materil. Fakta-fakta ini harus diketahui publik agar penegakan hukum berjalan fair, transparan, dan sesuai aturan,” kata Dodi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/9).
Dodi merinci tujuh poin keberatan tim kuasa hukum, antara lain: Tidak ada audit kerugian negara. Penetapan tersangka dilakukan tanpa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), padahal itu menjadi syarat mutlak adanya actual loss.
Kedua, audit resmi tidak temukan kerugian. BPKP dan Inspektorat telah mengaudit program bantuan peralatan TIK 2020-2022 dan tidak menemukan indikasi kerugian negara. Bahkan laporan keuangan Kemendikbudristek 2019-2022 bahkan berstatus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Cacat Hukum
Ketiga, cacat hukum dalam penetapan. Surat penetapan tersangka diterbitkan bersamaan dengan surat perintah penyidikan pada 4 September 2025, tanpa didahului minimal dua bukti permulaan sebagaimana diatur KUHAP dan putusan MK.
Keempat, tidak ada SPDP. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan maupun diterima Nadiem, melanggar Pasal 109 KUHAP dan putusan MK, sehingga membuka ruang penyidikan sewenang-wenang.
Kelima, nomenklatur program tidak jelas. Program Digitalisasi Pendidikan yang dijadikan dasar penetapan tersangka tidak tercantum dalam RPJMN 2020–2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbudristek.
Keenam, status jabatan keliru. Dalam surat penetapan tersangka, Nadiem dicantumkan sebagai karyawan swasta, padahal pada periode 2019-2024 ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Terakhir, tidak ada alasan objektif penahanan. Nadiem memiliki identitas dan domisili jelas, telah dicekal, serta kooperatif, sehingga kecil kemungkinan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 23 September 2025 dengan nomor register 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel. Sidang perdana dijadwalkan pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan menghormati langkah hukum Nadiem. “Itu hak tersangka dan penasihat hukumnya. Praperadilan juga menjadi bentuk check and balance bagi kami sebagai aparat penegak hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna. (ct)