KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) nasional pada Pilpres 2024 sebanyak 204.807.222 jiwa. Komisi penyelenggara pemilu itu juga menyajikan data terkini, lebih dari separuh pemilih yakni sebanyak 52 persen atau sekitar 106.358.447 jiwa merupakan pemilih muda.
Merujuk pada data di atas Diah Warih Anjari, Ketua Umum Gerakan Selamatkan Negeri (Ketum GSN) memberikan argumentasi demikian. Menurutnya, data faktual tersebut sangat jelas. Suara pemilih muda adalah primadona dan bakalan menjadi rebutan peserta pemilu.
Lalu, siapa yang bisa menggaet suara pemilih muda dalam pesta demokrasi kali ini kalau bukan calon pemimpin yang mewakili kalangan anak muda.
Diwa sapaan Diah Warih Anjari mengungkapkan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia capres-cawapres boleh di bawah 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah menjadi pintu pembuka. Keputusan yang final itu otomatis membuka kran selebar-lebarnya terciptanya sejarah di Tanah Air tentang kandidat calon pemimpin negeri ini dari kalangan pemuda.
“Ini peluang besar anak muda untuk maju dalam Pilpres 2024 terbuka lebar. Ini berkat keputusan MK yang visioner, kami berikan apresiasi tertinggi untuk MK dan jajarannya,” terangnya saat ditemui di sebuah kafe di Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2023).
Sosok yang akrab dengan kegiatan sosial kemanusiaan ini menegaskan, majunya pemimpin muda ke kancah poltik terakbar di republik ini sudah tidak terelakkan lagi.
Konteks Kontestasi
Asalkan tujuannya adalah memajukan bangsa dan negara, baginya tidak ada masalah.
“Asalkan sosok (anak muda-red) ini memenuhi kriteria khusus yakni kompetensi, kredibilitas, intelegensi, jaringan (network), dan pengalaman dalam berbagai bidang, sesuai peraturan perundangan yang ada. Kenapa tidak (maju dalam pilres-red),” terang perempuan berkerudung ini.
Tokoh yang dikenal Srikandi Solo ini juga menyatakan, keputusan MK ini harus dipandang positif dalam konteks kontestasi perpolitikan dan suksesi pimpinan bangsa.
Sebab semua putra putri terbaik bangsa diberikan kesempatan untuk meramaikan pilpres.
“Yang penting, pilpres berjalan damai tanpa ada lagi perpecahan di masyarakat. Jadi siapapun kepala daerah yang masih muda, kalau mampu bisa mencalonkan diri, silahkan. Sah-sah saja karena MK sudah memutuskan hal itu,” kata aktivis perempuan asli Solo ini.
Dinasti Politik
Diwa pun tidak mengkhawatirkan isu soal dinasti politik. Pegiat sosial ini mengembalikan ke rakyat Indonesia, khususnya kepada calon pemilih.
Pasalnya, masyarakat saat ini dengan kemampuan akses informasi saat ini bisa menilai mana yang kompeten untuk menjadi pemimpin mana yang tidak.
“Narasi politik dinasti ini janganlah menghambat anak-anak dari kalangan elite untuk memberikan yang terbaik bagi negerinya. Mereka hanya ingin menjadi patriot bangsa dengan masuk ke ranah politik. Tetapi dengan diasosiasikan dengan politik dinasti ya membuat mereka berguguran,” tambahnya.
Terpisah, Ahli Hukum bidang Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Isharyanto menambahkan, pemimpin muda dianggap sebagai darah segar dan mewakili generasi mileneal. Dalam berbagai survei, setidaknya ada 45 persen undecided voters dan swing voters yang bisa diperebutkan dalam pemilu 2024 mendatang.
“Pemimpin muda inilah yang menarik, dan mampu menggaet swing voters, ” katanya.
Terkait, politik dinasti yang belakangan jadi diskusi hangat. Dosen Fakultas Hukum UNS ini melihat pemilih fanatik tak menilai sejauh itu. Tapi fanatisme itu harus dicegah supaya perilaku rasional dan mempertimbangkan kematangan pengalaman, pengetahuan dan loyalitas kepada partai.
Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Mahasiswa Unsa bernama Almas. Ketua MK Anwar Usman membacakan keputusan, batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah. (bun)